Mengajarkan
anak berhitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama
adalah yang terbaik
(Mengajarkan
anak-anak- berhitung itu baik, tetapi mengajarkan mereka apa yang penting
adalah yang terbaik)
-Bob Talbert-
Assalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh.
Saya Tria Safitri, S.Pd.AUD,
Calon Guru Penggerak Angkatan 3 dari TK PGRI Kuncup Mekar Kabupaten Sukabumi.
Sebelumnya saya mengucapkan terimakasih kepada Fasilitator saya Bapak Karyat
Heryana, S.Pd, M.Pd dan Pengajar Praktik saya Ibu Anni Handayani, M.Pd yang
selalu membimbing, mengarahkan, memberikan dukungan dan mendampingi saya dalam
mengikuti Program Pendidikan Guru Penggerak ini.
Izinkan saya dalam kesempatan ini membahas tentang Tugas Koneksi Antar Materi Modul 3.1.a.9. terkait Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran . Dalam tugas ini terdapat 10 pertanyaan yang akan coba saya bahas satu per satu.
1.
Bagaimana pandangan KI Hajar Dewantara
dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah
pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?
Sebagai Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara
mengemukakan peran mulia guru adalah menuntun segala kekuatan kodrat zaman dan
kodrat alam yang ada pada diri anak agar dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota
masyarakat.
Guru Penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mampu
mengelola pembelajaran yang berpihak kepada murid dan menjadikan murid sebagai
subjek pembelajaran. Pratap Triloka yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara yang
terkenal dengan semboyan Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut
Wuri Handayani artinya di depan memberi teladan, di tengah membangun
motivasi/dorongan, di belakang memberi dukungan. Hal ini memberikan pengaruh
besar kepada kita sebagai pendidik agar mampu memposisikna diri baik di depan,
di tengah atau di belakang untuk kemajuan peserta didik dan menciptakan
pembelajaran yang berpihak pada murid. Kita sebagai pendidik harus menyadari
bahwa setiap anak membawa kodratnya masing-masing. Kita hanya perlu membimbing
segala yang ada pada anak, mengarahkan dan memberi dorongan agar anak dapat
berproses dan berkembang. Dalam proses menuntun, anak akan diberi kebebasan,
dalam hal ini guru sebagai pamong memberikan tuntunan dan agar anak tidak
kehilangan arah serta membahayakan dirinya serta anak menemukan kemerdekaanya
dalam belajar sehingga akan berdampak pada pengambilan keputusan yang tepat dan
bertanggungjawab. dalam hal tersebut maka guru haryus mampu mengambil keputusan
yang berpihak pada murid serta bijaksana.
Berdasarkan hal tersebut, maka guru sebagai pemimpin
pembelajaran sudah sepatutnya menerapkan pengambilan keputusan yang berpihak
pada murid, dengan menerapkan 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip
penyelesaian dilema, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.
2.
Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam
diri kita, berpengaruh pada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan
suatu keputusan?
Seorang pendidik seyogyanya memiliki nilai-nilai
positif yang sudah tertanam dalam dirinya. Nilai-nilai positif yang
mempengaruhi dirinya untuk menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid.
Nilai-nilai yang akan membimbing dan mendorong
pendidik untuk mengambil keputusan yang tepat dan benar. Nilai-nilai tersebut
seperti mandiri, reflektif, kolaboratif,inovatif, serta berpihak pada murid.
Nilai-nilai tersebut merupakan prinsip yang dipegang teguh ketika kita berada
dalam posisi yang menuntuit kita untuk mengambil keputusan dari dua pilihan
secara logika dan rasa keduanya benar, berada dalam situasi dilema etika (benar
lawan benar) atau berada dalam dua pilihan antara melawan salah (bujukan moral)
yang menuntut kita untuk berpikir secara hati-hati untuk mengambil keputusan
yang benar.
Keputusan tepat yang diambil tersebut merupakan buah
dari nilai-nilai positif yang dipegang teguh dan dijalankan oleh kita.
Nilai-nilai positif akan mengarahkan kita untuk mengambil keputusan dengan
resiko kecil. Keputusan yang mampu memunculkan kepentingan dan keberpihakan
pada murid.
Nilai-nilai positif mandiri, reflektif, kolaboratif,
inovatif, serta berpihak pada murid perwujudan dari pengimplementasian kompetensi
sosial emosional kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial dan
keterampilan berinteraksi sosial dalam mengambil keputusan secara berkesadaran
penuh untuk meminimalkan kesalahan dan konsekuensi yang akan terjadi.
3.
Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita
lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan coaching
yang diberikan pendamping/fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran
kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil.
Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada
pertanyan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut.
Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi coaching yang telah dibahas pada
modul 2 sebelumnya.
Coaching menjadi salah satu proses yang dilakukan guru
untuk membuat keputusan yang tepat dan efektif dalam menggali potensi peserta
didik. Coaching membantu guru menjalankan proses menuntun murid mendapatkan
kemerdekaan belajar dan melejitkan potensi yang dimilikinya. Keterampilan
coaching adalah yang sangat penting dalam menggali suatu masalah yang
sebenarnya terjadi baik masalah dalam diri kita ataupun masalah yang dimiliki
orang lain. Dengan langkah TIRTA, kita dapat mengidentifikasi masalah apa yang
sebenarnya terjadi dan membuatnya menjadi sistematis. Konsep coaching TIRTA
sangat ideal apabila dikombinasikan dengan 9 langkah konsep pengambilan dan
pengujian keputusan sebagai evaluasi terhadap keputusan yang kita ambil.
Bimbingan yang telah diberikan oleh
pendamping/fasilitator telah membantu saya mempraktikkan proses pengambilan
keputusan yang saya ambil. Apakah keputusan tersebut sudah berpihak kepada
murid, sudah sejalan dengan nilai-nilai kebajikan universal, dan apakah
keputusan yang saya ambil tersebut akan dapat saya pertanggung jawabkan.
TIRTA merupakan model coaching yang dikembangkan
dengan semangat merdeka belajar. Model TIRTA menuntut guru untuk memiliki
keterampilan pembinaan. Hal ini penting mengingat tujuan pembinaan untuk melejitkan
potensi murid agar menjadi lebih merdeka. TIRTA adalah satu model pembinaan
yang diperkenalkan dalam Program Pendidikan Guru Penggerak saat ini. TIRTA
dikembangkan dari model GROW. GROW adalah akronim dari Goal, Reality, Options,
dan Will.
Goal (Tujuian): Coach perlu mengetahui apa tujuan yang
ingin dicapai oleh coachee dari sesi coaching ini.
Reality (Hal-hal yang nyata): Proses menggali semua
hal yang terjadi pada diri coachee
Options (Pilihan): Coach membantu coachee dalam
memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan
sebuah rancangan aksi.
Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam
membuat rencana aksi dan menjalankannya.
TIRTA adalah akronim dari Tujuan, Identifikasi,
Rencana Aksi, dan Tanggung jawab.
4.
Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola
dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan?
Dalam melaksanakan proses pendidikan, pendidik harus
mampu melihat dan memahami kebutuhan belajar muridnya, menjembatani perbedaan
minat dan gaya belajar murid sehingga dalam proses pembelajaran murid merasa
senang dnn sesuai dengan profil beljar mereka masing-masing serta mampu mengelola kompetensi sosial dan
emosional yang dimiliki dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin
pembelajaran. Dalam proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab,
diperlukan kompetensi sosial seperti kesadaran diri, pengelolaan diri,
kesadaran sosial, dan keterampilan berinteraksi sosial. Sehingga diharapkan
proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar (mindfull), terutama
sadar dengan berbagai pilihan, konsekuensi yang akan terjadi, dan meminimalisir
kesalahan dalam pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan membutuhkan
seluruh keberanian dan rasa percaya diri untuk menghadapi dan mengambil
keputusan dari keputusan yang kita ambil karena tidak ada keputusan yang
sepenuhnya mengakomodir kepentingan para pemangku kepentingan. Namun tujuan
utama pengambilan keputusan selalu pada kepentingan dan keberpihakan pada
murid.
5.
Bagaimana pembahasan studi kasus yang
fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut
seorang pendidik?
Sebagai pemimpin pembelajaran keberpihakan dan
mengutamakan kepentingan murid dapat tercipta dari tangan pendidik yang mampu membuat
solusi tepat dari setiap permasalahan yang terjadi. Pendidik yang mampu melihat
permasalahan dari berbagai kacamata dan mampu membedakan apakah permasalahan
yang dihadapi termasuk dilema etika ataukah bujukan moral. Dengan nilai yang
dimiliki oleh seorang pendidik, baik nilai mandiri, reflektif, kolaboratif,
inovatif, dan berpihak pada murid seorang pendidik dapat membimbing muridnya
untuk dapat mengenali potensi yang dimiliki dalam mengambil keputusan dan
mengatasi masalah yang dihadapi. Sehingga dengan nilai yang dimiliki seorang
pendidik tersebut yang merupakan pikiran yang dimiliki akan cenderung pada prinsip-prinsip: 1) Berpikir Berbasis
Hasil Akhir (Ends-Based Thinking) yaitu melakukan demi orang banyak, 2)
Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) yaitu menjunjung tinggi
nilai-nilai dalam diri, 3) Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
yaitu melakukan apa yang kita harapkan orang lain akan melakukan kepada kita.
6.
Bagaimana pengambilan keputusan yang
tepat tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif,
aman, dan nyaman?
Sebagai seorang pendidik, kita sering dihadapkan pada
situasi dimana kita diharuskan mengambil suatu keputusan, namun terkadang dalam
pengambilan keputusan pada situasi dilema misalnya lingkungan yang kurang
mendukung, bertentangan dengan peraturan, pimpinan tidak memberikan keercayaan
karena merasa lebih, keputusan yang diambil sudah tepat, perbedaan cara pandang
serta adanya opsi-opsi benar-benar lawan atau sama-sama benar. Untuk dapat
mengambil keputusanyang tepat dan berdampak pada lingkungan yang positif,
kondusif, aman, dan nyaman, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengenali
terlebih dahulu kasus yang terjadi apakah kasus tersebut dilema etika ataukah
bujukan moral. Jika kasus tersebut merupakan dilema etika, maka sebelum
mengambil keputusan kita harus menganalisis pengambilan keputusan berdasarkan 4
paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan
sehingga hasil keputusan yang kita ambil mampu menciptakan lingkungan yang
positif, kondusif, aman, dan nyaman untuk murid-muridnya. Dapat dipastikan
bahwa jika pengambilan keputusan dilakukan secara akurat melalui proses
analisis kasus yang cermat sesuai dengan 9 langkah tersebut, maka keputusan
tersebut diyakini akan mampu mengakomodir semua kepentingan dari pihak-pihak
yang terlibat yang berdampak pada lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan
nyaman.
7.
Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan
di lingkungan anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan
keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah
perubahan paradigma di lingkungan anda?
Sebagai makhluk sosial yang selalu berinteraksi dan
berkomunikasi dengan lingkungan yang ada di sekitar. Kita pasti pernah dan
bahkan sering dihadapkan dengan situasi yang menuntut diri mengambil suatu
keputusan yang tepat. Situasi yang termasuk dilema etika atau bujukan moral.
Dalam mengambil keputusan yang tepat kita sering dihadapkan dengan berbagai
kesulitan yang bersumber pada pengambil keputusan, dimana dalam mengambil
keputusan tidak melibatkan rekanguru atau warga sekolah yang lain, sereing
terjadi perbedaan pandangan antara pihak-pihak yang terlibat dalam kasus yang
mempersulit tercapainya kesepakatan, dan sering dalam pengambilan keputusan
tersebut, kita tidak memiliki pilihan yang lain karena aturan yang ada pada
pimpinan/sekolah. Adanya nilai-nilai kesetiakawanan yang kental dalam budaya di
lingkungan menimbulkan rasa senggang lebih dominan dan terburu-buru dalam
pengambilan keputusan. Kesulitan-kesulitan tersebut selalu kembali ke masalah
perubahan paradigma di lingkungan.
8.
Dan pada akhirnya, apakah pengaruh
pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan
murid-murid kita?
Ada banyak proses yang dilakukan dalam rangka
memerdekakan anak didik. Salah satunya adalah dengan keputusan yang tepat
ketika kita dihadapkan dengan situasi atau kasus yang membutuhkan penyelesaian
yang berpihak pada murid dan mengangkat kepentingan murid. Keputusan yang kita
ambil sebagai bentuk proses menuntun murid untuk merdeka, berkembang dan hidup
sesuai kodrat alam dan zamannya. Kita bisa melakukan proses coaching kepada
mereka ketika dihadapkan dengan kondisi yang berhubungan dengan dilema etika dan
bujukan moral. Menemukan potensi yang mereka miliki untuk menyelesaikan masalahnya
sendiri. Sehingga keputusan yang diambil tanpa ada paksaan dan interpretasi
dari pihak manapun. Dalam mengambil keputusan melalui proses yang memerdekakan
mereka.
Pendidik sudah seharusnya memberikan keputusan yang
bersifat positif, membuat siswa merasa nyaman dan tenang. Semuanya dilakukan
untuk memerdekakan siswa dalam mencapai keselamatan dan kebahagiaan belajar
mereka. Karena pengambilan keputusan yang tepat akan mempengaruhi pengajaran
seorang guru untuk mewujudkan pendidikan yang memerdekakan murid.
9.
Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran
dalam mengambil keputusan dapat mem[pengaruhi kehidupan atau masa depan murid?
Masa depan murid akan tercipta dari tangan pendidik
yang peduli, kreatif, dan inovatif. Maju dan mundurnya suatu generasi akan
tergantung dari pendidik yang selalu memusatkan pikiran, energi, dan langkahnya
untuk kemajuan peserta didik. Murid itu unik, memiliki karakter yang
berbeda-beda. Murid membawa keanekaragaman potensi yang tidak sama satu dengan
yang lainnya. Perbedaan yang ada pada murid memunculkan permasalahan yang
berbeda-beda pula. Di sanalah peran pendidik harus mampu menuntun murid
menyelesaikan setiap permasalahannya.
Untuk mengambil keputusan sebagai pemimpin
pembelajaran, kita harus benar-benar memperhatikan kebutuhaan belajar murid.
Jika keputusan yang kita ambil sudah mempertimbangkan kebutuhan murid maka
murid akan dapat menggali potensi yang ada dalam dirinya dan kita sebagai
pemimpin pembelajaran dapat memberikan pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan belajarnya dan membimbing murid dalam mengembangkan potensi yang
dimiliki sehingga keputusan kita dapat berpengaruh terhadap keberhasilan murid
di masa nanti. Pendidik yang mampu mengambil keputusan secara tepat akan
memberikan dampak akhir yang baik dalam proses pembelajaran sehingga mampu
menciptakan kesejahteraan murid untuk masa depan yang lebih baik.
10.
Apakah kesimpulan akhir yang dapat anda
tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul
sebelumnya?
Pengambilan keputusan adalah suatu kompetensi atau
keterampilan yang harus dimiliki oleh guru dan harus berlandaskan kepada
filosofi Ki Hajar Dewantara sebagai pemimpin pembelajaran.
Pengambilan keputusan harus berdasarkan budaya positif
dan menggunakan alur BAGJA yang akan mengantarkan pada lingkungan yang positif,
kondusif, aman, dan nyaman.
Dalam pengambilan keputusan seorang guru harus
memiliki kesadaran penuh (mindfullness) untuk menghantarkan muridnya menuju
profil pelajar pancasila.
Dalam perjalanan menuju profil pelajar pancasila, ada
banyak dilema etika dan bujukan moral sehingga diperlukan panduan 9 langkah
pengambilan dan pengujian keputusan untuk memutuskan dan memecahkan suatu
masalah agar keputusan tersebut berpihak pada murid demi terwujudnya merdeka
belajar.
Demikian Koneksi Antar Materi modul 3.1. Pengambilan
Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran, semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar