Senin, 21 Februari 2022

Tugas 3.1.a.9. Koneksi Antar Materi – Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

Mengajarkan anak berhitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik

(Mengajarkan anak-anak- berhitung itu baik, tetapi mengajarkan mereka apa yang penting adalah yang terbaik)

-Bob Talbert-

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Saya Tria Safitri, S.Pd.AUD, Calon Guru Penggerak Angkatan 3 dari TK PGRI Kuncup Mekar Kabupaten Sukabumi. Sebelumnya saya mengucapkan terimakasih kepada Fasilitator saya Bapak Karyat Heryana, S.Pd, M.Pd dan Pengajar Praktik saya Ibu Anni Handayani, M.Pd yang selalu membimbing, mengarahkan, memberikan dukungan dan mendampingi saya dalam mengikuti Program Pendidikan Guru Penggerak ini.

Izinkan saya dalam kesempatan ini membahas tentang Tugas Koneksi Antar Materi Modul 3.1.a.9. terkait Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran . Dalam tugas ini terdapat 10 pertanyaan yang akan coba saya bahas satu per satu.

1.       Bagaimana pandangan KI Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?

Sebagai Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara mengemukakan peran mulia guru adalah menuntun segala kekuatan kodrat zaman dan kodrat alam yang ada pada diri anak agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat.

Guru Penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mampu mengelola pembelajaran yang berpihak kepada murid dan menjadikan murid sebagai subjek pembelajaran. Pratap Triloka yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara yang terkenal dengan semboyan Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani artinya di depan memberi teladan, di tengah membangun motivasi/dorongan, di belakang memberi dukungan. Hal ini memberikan pengaruh besar kepada kita sebagai pendidik agar mampu memposisikna diri baik di depan, di tengah atau di belakang untuk kemajuan peserta didik dan menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid. Kita sebagai pendidik harus menyadari bahwa setiap anak membawa kodratnya masing-masing. Kita hanya perlu membimbing segala yang ada pada anak, mengarahkan dan memberi dorongan agar anak dapat berproses dan berkembang. Dalam proses menuntun, anak akan diberi kebebasan, dalam hal ini guru sebagai pamong memberikan tuntunan dan agar anak tidak kehilangan arah serta membahayakan dirinya serta anak menemukan kemerdekaanya dalam belajar sehingga akan berdampak pada pengambilan keputusan yang tepat dan bertanggungjawab. dalam hal tersebut maka guru haryus mampu mengambil keputusan yang berpihak pada murid serta bijaksana.

Berdasarkan hal tersebut, maka guru sebagai pemimpin pembelajaran sudah sepatutnya menerapkan pengambilan keputusan yang berpihak pada murid, dengan menerapkan 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip penyelesaian dilema, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

 

2.       Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh pada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Seorang pendidik seyogyanya memiliki nilai-nilai positif yang sudah tertanam dalam dirinya. Nilai-nilai positif yang mempengaruhi dirinya untuk menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid.

Nilai-nilai yang akan membimbing dan mendorong pendidik untuk mengambil keputusan yang tepat dan benar. Nilai-nilai tersebut seperti mandiri, reflektif, kolaboratif,inovatif, serta berpihak pada murid. Nilai-nilai tersebut merupakan prinsip yang dipegang teguh ketika kita berada dalam posisi yang menuntuit kita untuk mengambil keputusan dari dua pilihan secara logika dan rasa keduanya benar, berada dalam situasi dilema etika (benar lawan benar) atau berada dalam dua pilihan antara melawan salah (bujukan moral) yang menuntut kita untuk berpikir secara hati-hati untuk mengambil keputusan yang benar.

Keputusan tepat yang diambil tersebut merupakan buah dari nilai-nilai positif yang dipegang teguh dan dijalankan oleh kita. Nilai-nilai positif akan mengarahkan kita untuk mengambil keputusan dengan resiko kecil. Keputusan yang mampu memunculkan kepentingan dan keberpihakan pada murid.

Nilai-nilai positif mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada murid perwujudan dari pengimplementasian kompetensi sosial emosional kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial dan keterampilan berinteraksi sosial dalam mengambil keputusan secara berkesadaran penuh untuk meminimalkan kesalahan dan konsekuensi yang akan terjadi.

 

3.       Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan coaching yang diberikan pendamping/fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi coaching yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.

Coaching menjadi salah satu proses yang dilakukan guru untuk membuat keputusan yang tepat dan efektif dalam menggali potensi peserta didik. Coaching membantu guru menjalankan proses menuntun murid mendapatkan kemerdekaan belajar dan melejitkan potensi yang dimilikinya. Keterampilan coaching adalah yang sangat penting dalam menggali suatu masalah yang sebenarnya terjadi baik masalah dalam diri kita ataupun masalah yang dimiliki orang lain. Dengan langkah TIRTA, kita dapat mengidentifikasi masalah apa yang sebenarnya terjadi dan membuatnya menjadi sistematis. Konsep coaching TIRTA sangat ideal apabila dikombinasikan dengan 9 langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan sebagai evaluasi terhadap keputusan yang kita ambil.

Bimbingan yang telah diberikan oleh pendamping/fasilitator telah membantu saya mempraktikkan proses pengambilan keputusan yang saya ambil. Apakah keputusan tersebut sudah berpihak kepada murid, sudah sejalan dengan nilai-nilai kebajikan universal, dan apakah keputusan yang saya ambil tersebut akan dapat saya pertanggung jawabkan.

TIRTA merupakan model coaching yang dikembangkan dengan semangat merdeka belajar. Model TIRTA menuntut guru untuk memiliki keterampilan pembinaan. Hal ini penting mengingat tujuan pembinaan untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. TIRTA adalah satu model pembinaan yang diperkenalkan dalam Program Pendidikan Guru Penggerak saat ini. TIRTA dikembangkan dari model GROW. GROW adalah akronim dari Goal, Reality, Options, dan Will.

Goal (Tujuian): Coach perlu mengetahui apa tujuan yang ingin dicapai oleh coachee dari sesi coaching ini.

Reality (Hal-hal yang nyata): Proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee

Options (Pilihan): Coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi.

Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat rencana aksi dan menjalankannya.

TIRTA adalah akronim dari Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi, dan Tanggung jawab.

 

4.       Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan?

Dalam melaksanakan proses pendidikan, pendidik harus mampu melihat dan memahami kebutuhan belajar muridnya, menjembatani perbedaan minat dan gaya belajar murid sehingga dalam proses pembelajaran murid merasa senang dnn sesuai dengan profil beljar mereka masing-masing  serta mampu mengelola kompetensi sosial dan emosional yang dimiliki dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Dalam proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, diperlukan kompetensi sosial seperti kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, dan keterampilan berinteraksi sosial. Sehingga diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar (mindfull), terutama sadar dengan berbagai pilihan, konsekuensi yang akan terjadi, dan meminimalisir kesalahan dalam pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan membutuhkan seluruh keberanian dan rasa percaya diri untuk menghadapi dan mengambil keputusan dari keputusan yang kita ambil karena tidak ada keputusan yang sepenuhnya mengakomodir kepentingan para pemangku kepentingan. Namun tujuan utama pengambilan keputusan selalu pada kepentingan dan keberpihakan pada murid.

 

5.       Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Sebagai pemimpin pembelajaran keberpihakan dan mengutamakan kepentingan murid dapat tercipta dari tangan pendidik yang mampu membuat solusi tepat dari setiap permasalahan yang terjadi. Pendidik yang mampu melihat permasalahan dari berbagai kacamata dan mampu membedakan apakah permasalahan yang dihadapi termasuk dilema etika ataukah bujukan moral. Dengan nilai yang dimiliki oleh seorang pendidik, baik nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid seorang pendidik dapat membimbing muridnya untuk dapat mengenali potensi yang dimiliki dalam mengambil keputusan dan mengatasi masalah yang dihadapi. Sehingga dengan nilai yang dimiliki seorang pendidik tersebut yang merupakan pikiran yang dimiliki akan cenderung  pada prinsip-prinsip: 1) Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking) yaitu melakukan demi orang banyak, 2) Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) yaitu menjunjung tinggi nilai-nilai dalam diri, 3) Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking) yaitu melakukan apa yang kita harapkan orang lain akan melakukan kepada kita.

 

6.       Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman?

Sebagai seorang pendidik, kita sering dihadapkan pada situasi dimana kita diharuskan mengambil suatu keputusan, namun terkadang dalam pengambilan keputusan pada situasi dilema misalnya lingkungan yang kurang mendukung, bertentangan dengan peraturan, pimpinan tidak memberikan keercayaan karena merasa lebih, keputusan yang diambil sudah tepat, perbedaan cara pandang serta adanya opsi-opsi benar-benar lawan atau sama-sama benar. Untuk dapat mengambil keputusanyang tepat dan berdampak pada lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengenali terlebih dahulu kasus yang terjadi apakah kasus tersebut dilema etika ataukah bujukan moral. Jika kasus tersebut merupakan dilema etika, maka sebelum mengambil keputusan kita harus menganalisis pengambilan keputusan berdasarkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan sehingga hasil keputusan yang kita ambil mampu menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman untuk murid-muridnya. Dapat dipastikan bahwa jika pengambilan keputusan dilakukan secara akurat melalui proses analisis kasus yang cermat sesuai dengan 9 langkah tersebut, maka keputusan tersebut diyakini akan mampu mengakomodir semua kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat yang berdampak pada lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman.

 

7.       Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan anda?

Sebagai makhluk sosial yang selalu berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan yang ada di sekitar. Kita pasti pernah dan bahkan sering dihadapkan dengan situasi yang menuntut diri mengambil suatu keputusan yang tepat. Situasi yang termasuk dilema etika atau bujukan moral. Dalam mengambil keputusan yang tepat kita sering dihadapkan dengan berbagai kesulitan yang bersumber pada pengambil keputusan, dimana dalam mengambil keputusan tidak melibatkan rekanguru atau warga sekolah yang lain, sereing terjadi perbedaan pandangan antara pihak-pihak yang terlibat dalam kasus yang mempersulit tercapainya kesepakatan, dan sering dalam pengambilan keputusan tersebut, kita tidak memiliki pilihan yang lain karena aturan yang ada pada pimpinan/sekolah. Adanya nilai-nilai kesetiakawanan yang kental dalam budaya di lingkungan menimbulkan rasa senggang lebih dominan dan terburu-buru dalam pengambilan keputusan. Kesulitan-kesulitan tersebut selalu kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan.

 

8.       Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?

Ada banyak proses yang dilakukan dalam rangka memerdekakan anak didik. Salah satunya adalah dengan keputusan yang tepat ketika kita dihadapkan dengan situasi atau kasus yang membutuhkan penyelesaian yang berpihak pada murid dan mengangkat kepentingan murid. Keputusan yang kita ambil sebagai bentuk proses menuntun murid untuk merdeka, berkembang dan hidup sesuai kodrat alam dan zamannya. Kita bisa melakukan proses coaching kepada mereka ketika dihadapkan dengan kondisi yang berhubungan dengan dilema etika dan bujukan moral. Menemukan potensi yang mereka miliki untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Sehingga keputusan yang diambil tanpa ada paksaan dan interpretasi dari pihak manapun. Dalam mengambil keputusan melalui proses yang memerdekakan mereka.

Pendidik sudah seharusnya memberikan keputusan yang bersifat positif, membuat siswa merasa nyaman dan tenang. Semuanya dilakukan untuk memerdekakan siswa dalam mencapai keselamatan dan kebahagiaan belajar mereka. Karena pengambilan keputusan yang tepat akan mempengaruhi pengajaran seorang guru untuk mewujudkan pendidikan yang memerdekakan murid.

 

9.       Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mem[pengaruhi kehidupan atau masa depan murid?

Masa depan murid akan tercipta dari tangan pendidik yang peduli, kreatif, dan inovatif. Maju dan mundurnya suatu generasi akan tergantung dari pendidik yang selalu memusatkan pikiran, energi, dan langkahnya untuk kemajuan peserta didik. Murid itu unik, memiliki karakter yang berbeda-beda. Murid membawa keanekaragaman potensi yang tidak sama satu dengan yang lainnya. Perbedaan yang ada pada murid memunculkan permasalahan yang berbeda-beda pula. Di sanalah peran pendidik harus mampu menuntun murid menyelesaikan setiap permasalahannya.

Untuk mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, kita harus benar-benar memperhatikan kebutuhaan belajar murid. Jika keputusan yang kita ambil sudah mempertimbangkan kebutuhan murid maka murid akan dapat menggali potensi yang ada dalam dirinya dan kita sebagai pemimpin pembelajaran dapat memberikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajarnya dan membimbing murid dalam mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga keputusan kita dapat berpengaruh terhadap keberhasilan murid di masa nanti. Pendidik yang mampu mengambil keputusan secara tepat akan memberikan dampak akhir yang baik dalam proses pembelajaran sehingga mampu menciptakan kesejahteraan murid untuk masa depan yang lebih baik.

 

10.   Apakah kesimpulan akhir yang dapat anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Pengambilan keputusan adalah suatu kompetensi atau keterampilan yang harus dimiliki oleh guru dan harus berlandaskan kepada filosofi Ki Hajar Dewantara sebagai pemimpin pembelajaran.

Pengambilan keputusan harus berdasarkan budaya positif dan menggunakan alur BAGJA yang akan mengantarkan pada lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman.

Dalam pengambilan keputusan seorang guru harus memiliki kesadaran penuh (mindfullness) untuk menghantarkan muridnya menuju profil pelajar pancasila.

Dalam perjalanan menuju profil pelajar pancasila, ada banyak dilema etika dan bujukan moral sehingga diperlukan panduan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan untuk memutuskan dan memecahkan suatu masalah agar keputusan tersebut berpihak pada murid demi terwujudnya merdeka belajar.

 

Demikian Koneksi Antar Materi modul 3.1. Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran, semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar